Jabat Tangan.. Cewek-Cowok

Sebagai pribadi yang sejak lahir hidup dan tumbuh berkembang di area pesantren, tentu saja soal pergaulan antar lain jenis adalah hal yang sangat diperhatikan oleh Babaku terhadapku dan adik-adikku.

Sejak kecil aku dididik bagaimana tata cara bergaul dengan wanita, cara berinteraksi dengan mereka, mana yang baik dan mana yang tidak. Hal yang sangat berbeda saat aku dilepaskan bermain dengan sesama teman laki-laki, paling yang dipesankan adalah hanya menjaga perilaku.

Apalagi sejak semakin besar, sikap Baba terhadapku dalam masalah pergaulan dengan lain jenis, mulai agak ketat, terlebih aku sendiri belajar di sekolah umum yang campur antara laki-laki dan perempuan.

Maka, tentu saja hal itu (singkatnya) membuatku agak menjaga jarak dengan wanita secara langsung, meski aku tidak menutup sama sekali pertemanan dengan mereka. Jadi gampangnya penggambaran, saat teman-temanku yang lain suka berkumpul, berbaur, pergi bersama-sama, bersepeda, rujakan, cewek cowok, maka aku lebih suka menyendiri. Atau jika pas diajak, lebih memilih mojok dan melihat mereka bercanda. Mental yang terbentuk dengan sendirinya. Sebab ternyata juga ada rasa malu yang tidak biasa.

Tentu saja hal ini berpengaruh juga pada bentuk interaksi sosialku yang lain semisal berjabat tangan. Aku terbiasa melihat teman-temanku cewek cowok saling berjabat tangan, terutama jika hari raya. Namun aku, lebih suka menyelipkan tanganku di saku celana sambil tersenyum saja sembari minta maaf.

Seingatku, wanita non mahram yang aku salami dan aku cium tangannya, hanya Ibu-Ibu Guruku saja. Dan tentu saja kerabat-kerabat dekat, semisal sepupu, yang memang adatnya di manapun sudah seperti saudara, jadi ya salaman biasa saja (malah aku kira dulu bersentuhan dengan sepupu itu tidak membatalkan wudhu, sebab saking dekatnya)

Dan sejak masuk pesantren, keketatan sikapku terhadap wanita tentu saja frekwensinya agak meningkat, bahkan mulai merambah pada sepupu-sepupuku cewekku. Pada kesempatan-kesempatan semisal hari raya, aku mulai agak jarak bersalaman. Kecuali jika tidak didahului.

Soal ini sih memang bagaimana ya, tentu saja kalau ada wanita, siapapun, mengulurkan tangannya padaku, maka mau tak mau aku pasti menyambut menjabat tangannya, dengan reaksi kikuk dan tangan rasanya kayak gatal-gatal setelahnya, sebab risih. Tidak terbiasa.

Nah aku pernah mengalami kejadian unik. Seperti biasa, saat hari raya kami berkumpul seluruhnya di rumah Kakek kami. Sebagian sepupu cewek yang usianya lebih tua dariku, tahu sikapku yang menurut mereka semakin tidak familiar.

Segera saja mereka menghampiri dan mengajakku salaman sambil mengambil tanganku dan bilang, "cak, salaman cak, aku wong ndeso, biasa ae salaman karo wong-wong ndeso, ora usah nggayah ra gelem salaman", (Kak, berjabat tangan, aku orang desa, biasa sajalah berjabat tangan dengan orang desa, tidak usah sok gaya nggak mau salaman), gubrak! sembari mereka menggenggam erat tanganku dan menggoyang-goyangkannya keras-keras :D

Memang persoalan jabat tangan antar lain jenis, antar cewek cowok, kerap kali membuat kita serba sulit. Terutama antar kerabat, atau antar sahabat yang lama tak jumpa, atau yang berprofesi dengan pekerjaan yang mengharuskan berinteraksi dengan siapapun semisal di dunia kedokteran dan keperawatan.

Ulama' sendiri sejak dahulu tarik ulur adu argumen dan dalil soal apakah jabat tangan antar lain jenis itu mutlak haram apa tidak, atau saat kapan saja yang boleh?

Setidaknya, ada dua hal yang disepakati bersama dan tidak ada perselisihan sama sekali, serta sekaligus menjadi patokan umum.

Pertama, berjabat tangan haram jika terdapat syahwat saat berjabat tangan dan jika ternyata menimbulkan fitnah. Dalam keadaan ini pun, bahkan jabat tangan yang asalnya boleh, semisal pada bibi, tetapi ternyata disertai oleh libido yang terpancing, maka jabat tangan seketika haram.

Kedua, diperbolehkan berjabat tangan kepada mereka yang tidak membangkitkan syahwat, semisal kepada nenek-nenek, atau kepada cewek cilik yang belum baligh (tapi kalau kamu pedopil, idih amit-amit, ya jelas haram).

Nah, sekarang yang jadi masalah, adalah yang selain itu. Bagaimana jika bersalaman dengan non mahram tetapi tidak rasa syahwat, tidak ada perasaan apapun dan sama sekali tidak akan timbul fitnah?

Beragam dan bermacam jawaban dengan berbagai dalil dan argumen. Ada yang mengharamkannya sama sekali untuk menutup kemungkinan (ini yang mayoritas dan sangat jamak sejak dulu), daripada terjadi yang tidak-tidak, mending nggak usah salaman.

Dan ada pula yang membolehkan tapi harus dengan syarat utama tadi, serta jika didahului. Jadi sebaiknya (bagi kita yang mengerti) tidak mendahului bersalaman. Namun jika diajak bersalaman, dan yakin aman serta tidak ada apa-apa, maka terima jabat tangannya. Pendapat ini diuraikan oleh Syaikh Yusuf Al-Qordhowi.

Sebab (kata beliau) tidak ada dalil jelas yang mengharamkan. Ketidakpernahan Nabi berjabat tangan dengan wanita, bukan lantas menunjukkan keharaman. Apalagi ada hadits di Bukhori yang menyatakan ada salah satu wanita anshar yang menjabat tangannya.

Alhasil, persoalan ini kita mesti arif menyikapinya. Apalagi di kalangan masyarakat kita yang kebanyakan menganggap berjabat tangan tidak menjadi masalah apa-apa. Soal kemantapan hati ikut yang mana, masing-masing sudah ada jawaban.

Dan bagi yang ikut boleh, harus memperhatikan dua hal utama, yaitu tidak adanya syahwat dan tidak adanya kemungkinan bakal fitnah, jika salah satu syarat ini hilang, maka jabat tangan seketika haram.

Juga, jika disalami, maka baru membalas uluran salam itu. Dan seyogyanya tidak usah mendahului, biar lah didahului, dan jangan terlalu sering menyalami siapapun lain jenis. Seperlunya saja. Wallahu a'lam...