Diaryku (116) : Membakar Semut :S

Kecintaanku pada Binatang, boleh jadi sejak aku masih kecil. Entah mengapa selalu ada ketenangan hati tersendiri setiap melihat makhluk-makhluk itu. Dan sampai kini, salah satu acara favoritku adalah acara-acara Fauna. Selalu ada decak kagum "subhanallah" setiap melihat keagungan ciptaan Allah yang beraneka ragam ini.

Bisa jadi, awal kesukaanku pada binatang adalah karena sejak kecil aku selalu terbiasa melihat Babaku yang begitu antusias melihat acara Fauna. Beliau segera duduk di hadapan televisi setiap acara seputar binatang ini mulai, aktivitas ditinggal semua dan tak boleh diganggu jika sudah menonton.

Di rumah sendiri, aku dulu memelihara kucing, tetapi selalu kucing jantan, sebab tidak menyulitkan dengan proses melahirkan, meski saat ini di asramaku kami memelihara kucing betina yang telah melahirkan 4 anak yang lucu-lucu.

Aku pun dulu selalu mengkoleksi gambar-gambar hewan yang aneh-aneh, aku kliping dari majalah-majalah. Dan begitu bergembira saat mendapatkan buku ensiklopedi fauna.

Aku pribadi pernah menangis tersedu sedan kala membaca kebiadaban manusia pada era 60-an saat melakukan perburuan besar-besaran pada binatang di seluruh belahan dunia yang menyebabkan punahnya beberapa spesies.

Dan sekedar tahu, sampai sekarang, aku masih sangat penasaran dengan burung Dodo yang berada di pulau madagaskar, yang sayang telah punah. Atau sejenis burung onta di Australia yang tingginya 5 meter yang juga barusan punah. Sayang seribu sayang.

Namun, aku juga pernah melakukan kekejaman pada binatang, seperti pada cecak, yang pernah aku ceritakan.

Pernah pada satu waktu, aku menemukan sarang semut di tangga rumahku, tentu saja sangat mengganggu, dan untuk membersihkannya aku menyulut api lantas aku bakar semut-semut malang itu.

Tindakanku diketahui Babaku saat itu juga dan beliau segera menegurku, tidak boleh membunuh dengan api, hanya Allah Yang berhak Menyiksa dengan api. Kemudian semut-semut itu aku bersihkan menggunakan minyak tanah. Ada rasa sangat bersalah sebab tindakan itu.

Arrifqu bil hayawan, lemah lembut dan kasih sayang pada binatang, adalah salah satu ajaran yang dituntunkan Rasulullah pada kita, bahkan termasuk cabang iman. Cukup banyak kisah bagaimana kasih sayang Nabi pada binatang. Semisal kisah onta yang mencium kaki beliau. Atau kisah laba-laba tarantula yang bermain di telapak tangan beliau waktu beliau masih kecil. Atau juga kisah onta yang mengeluhkan beratnya pekerjaan yang dilakukannya.

Bahkan lebih dari itu, dalam tatacara menyembelih pun Nabi memberikan arahan yang berhubung dengan belas kasihan pada binatang. Semisal pisaunya yang tajam, dan saat menyembelih hendaknya dihindarkan dari kawanannya yang lain. Karena binatang juga tetap memiliki perasaan.

Kasih sayang pada binatang pun sebenarnya adalah bentuk daripada kepedulian dan kepekaan pada lingkungan yang diajarkan Islam. Ketiadaan rasa kasihan pada binatang adalah pertanda bahwa orang tersebut tidak mempunyai kepekaan hati.

Maka, termasuk cara memeliharanya juga. Aku pribadi, tidak setuju pada orang yang memelihara burung dalam sangkar, sebab itu merampas kemerdekaannya. Berbeda dengan burung merpati yang terbang bebas, oke lah kalau ini.

Mungkin kita bertanya, Nabi kan memerintahkan membunuh beberapa binatang, maka jawabannya adalah pada binatang yang mengganggu, adapun jika tidak mengganggu lingkungan, maka biarkan ia bebas menikmati anugerah kehidupan yang diberikan Allah Ta'ala.

Akhir catatan, sebenarnya, jika kita takut pada Allah, maka kita tidak akan takut pada apapun, bahkan binatang buas sekalipun mendekat. Ketakutan kita pada binatang, ada dua kemungkinan, karena geli (seperti melihat ulat bulu, cicak, tikus) dan ada kemungkinan karena rasa takut kita pada Allah kurang, sehingga Allah memberikan ketakutan dalam hati kita terhadap makhluknya yang sebenarnya tidak akan menyerang jika tidak diserang atau diganggu. Wallahu a'lam..