Diaryku (96) : TANGISAN SAHABAT

Catatan terakhir dari diaryku kemarin bercerita tentang mellow-nya acara perpisahanku saat ber-PKL di Kepanjen, Malang. Waktu aku masih belajar di Ma'Had Nurul Haromain Pujon Malang.

Nah, sebelum aku melanjutkan kisah-kisah unikku di Pujon, aku ingin flashback dulu ke kisah setahun sebelumnya. Mumpung ingat dengan momentum perpisahan. :D

Terus terang, aku kadang-kadang heran dengan diriku sendiri. Sebagai laki-laki, bisa dikata aku ini cengeng. Pasti deh setiap ada acara perpisahan, aku menangis tersedu sedan. Entah beberapa kali aku alami hal itu, mulai dari farewell party saat masih MI.

Kisah kali ini adalah kala aku boyongan dari pesantren di Kedung sari, Purworejo. Bagi teman-teman yang mengikuti notesku sejak awal, pasti tahu ceritaku bahwa aku tidak kerasan saat di pesantren ini. Sering homesick dan bolak-balik pulang.

Bahkan untuk membunuh rasa BT luar biasa dan tak betah itu, diam-diam aku nyambi magang kerja ke Kantor Pos di kabupaten Purworejo :-D. Jadi tukang nyairin wesel.

Tapi soal persahabatan, aku dikenal bisa akrab dengan siapapun. Nggak tahu juga ya kok dulu bisa dekat dengan siapapun dan dari daerah manapun (sebab di pesantren ini ada keanehan yang bagiku adalah kritikan. Setiap daerah, mengelompok sendiri-sendiri dan saling ada persaingan tak sehat dengan daerah lain. Seperti anak-anak sumatera yang tak bisa akur dengan anak-anak kebumen misalkan).

Aku sih cuek bebek saja, sementara di kalangan seluruh santri, pelajar dari Jawa Timur, dikenal elit dan tajir, juga jaimnya minta ampun. Bisa dibilang, aku sendiri yang berbeda, Itu yang sepertinya membuat teman-teman nyaman berteman denganku (alhamdulillah deh). Narsis dikit :p

Alhasil, meski kondisi kejiwaanku sangat memprihatinkan (karena mbok-mboken :-D) aku tetap bisa menyelesaikan target studyku dengan sempurna. Ya sempat bolong-bolong juga saat aku sengaja mbolos dengan main keluar jalan-jalan di kota gara-gara BT-nya datang.

Awalnya sih aku tidak ada rencana boyong lebih cepat. Tapi berhubung ada surat perintah dari Mekkah agar aku pindah ke Pujon, maka akhirnya aku harus menyingkat masa belajarku di situ.

Ternyata (meskipun aku jengah belajar di kedung sari) saat hari makin mendekati perpisahan, hatiku tiba-tiba terasa berat meninggalkan teman-temanku.

Sebagian besar pun pada tahu bahwa aku sebentar lagi akan boyong. Dan anehnya, setiap hari teman-teman selalu mendekat padaku, cerita ini itu, bercanda, tak seperti hari-hari sebelumnya yang boleh dibilang aku lebih suka berkumpul dengan rekan komplek sendiri.

Ketika Babaku tahu bahwa aku harus boyong dari pesantren itu, beliau mengharuskan aku khatam setoran hafalan al-Qur'anku pada Kyaiku sekaligus mengambil sanad. Tak boleh pulang jika tak mendapat sanad.

Akhirnya, aku harus ngebut menyelesaikan hafalan agar saat Ramadhan sudah bisa pulang (lagian udah nggak betah banget :D). Jadi pas waktu buyaran liburan bulan sya'ban, aku tinggal sendirian di pesantren yang asalnya penuh sesak dengan ratusan santri dan kini tinggal beberapa puluh anak saja yang tidak pulang. Termasuk aku.

Hari pun berlalu, libur mendekati habis dan teman-teman yang pulang liburan banyak yang sudah balik. Begitu pula waktu boyongku semakin dekat.

Dan sehari menjelang Ramadhan, akhirnya pada pagi harinya hafalanku selesai sempurna.

Yang mengharukan, Kyaiku membuatkan selamatan khusus untukku, tak pernah beliau mem"pesta"kan santrinya siapapun kecuali aku. Dengan menu masakan sederhana untuk puluhan santri yang kebetulan ada.

Usai makan-makan, aku menerima sanad istimewa Al-Qur'an bacaan Hafs dari Ashim, transmisi bersambung guru-guru qur'an mulai dari Kyaiku bersambung pada guru-gurunya hingga sampai Nabi melalui Malaikat Jibril.

Dan aku, meski sudah dipestakan kyaiku barusan, aku tetap harus pesta syukuran sendiri. Nah berhubung uangku sudah habis dan tinggal buat ongkos pulang, akhirnya aku pesta seadanya dengan beli susu kental indomilk satu kaleng yang aku seduh dengan air panas dalam termos ekstra besar untuk diminum beramai-ramai dengan teman satu kompleksku. Kompleks E.

Hari makin beranjak siang dan semua barang serta kitab aku kemasi, saat itu juga kamarku ramai, teman-teman berkumpul di kamar E VI. Hatiku pun mendadak serasa berat. Lagi-lagi tak kukira, beberapa teman asal sumatera menyalamiku dan merangkulku erat saat aku masih berbenah.

Suasana mendadak hening, karena teman-temanku itu terlihat sedih dengan mata berkaca-kaca. Bahkan satu sahabat memelukku erat sembari menangis tersedu sedan yang membuatku menangis juga.

Aku pun keluar area pesantren, sambil membawa barang-barangku dan di antar hampir oleh satu pondok (dari 5 komplek). Seremoni boyong yang tak pernah terjadi kata teman-temanku. "baru kali ini kang ada santri boyong diantar orang satu pondok, cuma njenengan", itu kata sahabat-sahabatku, dan aku hanya tersenyum haru.

Angkot pun datang, dan aku meninggalkan bumi kedung sari dengan lambaian tangan sahabat-sahabat yang menyayangiku dengan tulus selama ini. Lebih dari itu, subhanallah-nya, ada sekitar 5 teman yang tak puas hanya dengan mengantarku di depan gerbang pesantren, tapi mereka ikut dan melepasku sampai terminal kota, sampai aku naik Bus Patas besar antar provinsi. Itu pun semuanya masih sempat menghapus air mata saat bis yang membawaku pelan namun pasti beranjak meninggalkan terminal kota purworejo.

Persahabatan yang tersambung atas dasar Lillah memang selalu indah. Semua terasa keluar dari hati. Cinta, marah, tawa, canda, tangis, serasa hati kita adalah satu. Tali ikatan yang tak ditemukan bahkan mungkin pada saudara.

Persahabatan seperti ini lah yang kelak langgeng sampai di akhirat. Persahabatan yang hanya karena Allah, tulus tanpa ada tujuan apapun. Persahabatan yang bisa mengantar pelakunya kelak mendapat tempat VIP di antara 7 golongan istimewa yang mendapat naungan arsy Allah di hari tak ada naungan apapun kecuali naungan Arsy Singgasana-Nya yang maha agung.

Akhir catatan, pindai siapa di antara ratusan sahabatmu yang benar-benar berteman denganmu dalam keadaan lillah. Teman yang hati dan perasaannya tak berubah dalam keadaan apapun, yang menyayangimu dan memarahimu tulus apa adanya.

Jika sudah kamu temukan, maka pegang sahabatmu itu sampai kapanpun. Niscaya hidupmu bahagia. :