Diaryku (106) : KANG ADZIM :)


Adat umum di sebagian besar pesantren di tanah air, adalah antar santri jika memanggil temannya, tidak langsung memanggil nama aslinya, tapi dengan embel-embel "Kang". Kalau pada pengajarnya, kadang "Pak", kadang "Ustadz", kalau pada putra Kyainya, jika di Jawa, "Gus", sebab panggilan putra kyai untuk madura adalah "Lora".


Panggilan-panggilan umum ini tanpa melihat usia, dan sangat tepat jika antar santri tidak saling mengenal (semisal yang dari pesantren-pesantren besar). Kalau di kalangan santri putri, panggilan umumnya, adalah "Mbak".


Tetapi gelar ini tidak terpakai di antara sekelompok teman yang sudah akrab, teman sekamar, atau teman sedesa, biasanya memanggil langsung nama.


Namun juga, dewasa ini, sudah banyak pesantren-pesantren yang tak lagi memakai tradisi bagus ini, tradisi gelar panggilan, terutama istilah "Kang".


Nah, di pujon, sebagai bentuk pendidikan, semua gelar ini dicabut, terutama panggilan "Gus", "Lora", tak ada istilah ini di Pujon. Sebab memang salah satu bentuk tarbiyahnya adalah egaliter, persamaan. Tak cuma itu, bahkan santri yang sebelum di Pujon sudah Ustadz besar di pesantrennya, masuk pujon langsung kayak anak baru lagi.


Tetapi, sikap egaliter di Pujon ini, ternyata tidak berlaku buat satu orang. Tak ada satupun orang di Pujon, baik yang senior puluhan tahun, apalagi yang junior, mampu memanggil satu orang ini dengan nama aslinya. Kayak dicokok dengan tanpa paksa, semua memanggil satu temanku ini dengan panggilan kebesaran pesantren, "Kang".


Padahal dia belum lama masuk pujon, setelah aku malah, namun sikapnya, perilakunya, kesehariannya, mau tak mau membuat siapapun memanggil sang sahabat ini, dengan embel-embel "Kang".


Kang Adzim, itu nama salah satu sahabat terbaikku. Orangnya kalem, wajahnya penuh dengan aura ketenangan, ilmunya dalam, berpikir selalu pragmatis, rendah hati, supel, dan sifat-sifat positif lainnya. Gaya salaf-nya tak hilang meski masuk Pujon yang sistemnya berbeda dengan umumnya pesantren di jawa.


Namun, ada satu perilaku dia, yang "memaksa" siapapun memanggilnya "Kang Adzim", dengan penuh hormat lagi. Yaitu, dia tidak pernah berbicara dengan siapapun kecuali dengan bahasa jawa halus,bagi santri yang dari jawa, dan bahasa indonesia yang sangat bagus bagi yang tidak faham jawa.


Anak kecil sekalipun, jika dia berbicara dengannya, dia tidak menggunakan bahasa jawa ngoko, tetapi kromo inggil. Dan lagi, siapapun dipanggilnya juga dengan "kang".


Kekaleman Kang Adzim ini, sikapnya yang selalu menghargai orang, membuatnya berbalik dihargai dan dihormati dengan tanpa ada rasa terpaksa. Semuanya, seluruhnya, sangat aneh malah, sejak pujon berdiri, memanggil sahabatku itu dengan "Kang Adzim". Sesekali juga Guru kami, Abi Ihya', juga memanggilnya, "Kang Adzim".


Beberapa tahun lalu, kami yang kini telah di Mekkah, bertemu dengannya lagi di Makkah, dia saat ini meneruskan belajarnya Ke Yaman. Saat umroh itu, boleh jadi dia beruntung, sebab seluruh temannya yang di Makkah, menjamunya dengan penuh kehormatan, rasa suka dari hati, dan meski berpisah lama tetap memanggilnya dengan, "Kang Adzim". Dan dia, tetap saja berkomunikasi dengan kami menggunakan bahasa jawa halus !


Dan dia menggunakan jawa biasa, hanya denganku saja, itu setelah aku sukses memasuki kehidupannya sebagai salah satu sahabat dekat sekaligus murid dia.


Tata cara bersikap yang sangat memanusiakan, menghormati siapapun, menganggap siapa saja lebih baik, itulah pelajaran kehidupan terbesar yang bisa kuambil dari Kang Adzim.


Sebab ternyata sikap-sikap ini, yang muncul dari hati yang tulus, tanpa dibuat-buat, membuat seseorang mendapatkan hal yang sama, dan tentu saja pada akhirnya berujung pada ketenangan hidup.


Alhasil orang kayak gini hidupnya enak, kenalannya banyak, dan lebih ekstrim lagi kalau istilah teman, nggak takut kelaparan (Huwah, apa hubungannya :D)


Akan sangat berbeda sekali jika seseorang itu pembawaannya angkuh, cuek, tidak peduli. Siapapun, lihat mukanya saja sebal. Jadi pembicaraan di belakang, atau bisa jadi hujatan di depan.


Oh ya, kebiasaan unik lain dia adalah, jika berjalan, tidak suka tolah toleh, berjalan agak cepat, dengan pandangan mata lurus ke depan, tampak ada sesuatu yang dipikirkan. Dan baru tergeragap tersenyum kayak sadar gitu saat ada yang memanggilnya. Begitu pula saat diam menyendiri. Tampak jelas sekali dari sorot matanya, jika dia bertafakkur.


Alhasil, aku yakin sekali para sahabat bisa mengambil sendiri pelajaran kehidupan besar dari sahabatku, Kang Adzim :)