Beberapa tempo belakangan ini, aku sering mendapat inbox keluhan dari teman-teman, atau info dari beberapa grup soal penghujat Islam dan seluruh simbol-simbol sucinya. Banyak yang menangis dan mengelus dada (dan pasti emosional).
Hal itu tentu sangat wajar dan manusiawi sekali, orang mana yang rela keyakinannya dinistakan? (maka tentu sangat teramat bodoh sekali jika ada yang menistakan keyakinannya sendiri dengan alasan kebebasan berpikir).
Ada beberapa akun yang diberikan padaku untuk aku cek, dan tentu saja aku langsung survey kesana untuk melihat seperti apa hujatan itu. Dan sebagai muslim yang ghoyur (cemburu pada agamanya), aku akan lebih memilih tidak mendapat info itu, dan men-search akun-akun yang pemiliknya tak memiliki sedikitpun rasa kemanusiaan (apalagi moral). Andai waktu bisa diputar, lebih baik tidak kesana, melihat bagaimana buruknya kata-kata hujatan itu yang tak akan dilakukan oleh mereka yang mengaku berstatuskan sebagai manusia. Masih mending binatang yang tidak menghujat atau apapun. Entah masuk makhluk jenis apa.
Banyak permintaan dari mereka kepadaku untuk membela islam, untuk menjawab hujatan mereka. Aku pribadi, bukannya menolak permintaan itu, memang aku tidak menjawab atau komentar apapun sejak dulu terhadap kata-kata miring yang ditembakkan pada Islam dan semua muqoddasat (simbol-simbol suci)-nya.
Tentu saja ini atas beberapa alasan dan pertimbangan. Bukan karena tidak mau membela Islam. Na'udzubillah. Apalagi kita sejak awal memilih jalur dakwah, maka membela Islam dari serangan, adalah kewajiban.
Namun kita mesti jeli dan mesti arif melihat serangan itu. Sebagaimana perang, apakah serangan itu perlu dihadapi dengan kekuatan penuh? Apa perlu ditangkis saja? Atau dibiarkan? Atau dihadapi dengan tak memerlukan banyak tenaga, cukup beberapa gelintir tenaga ahli dengan kemampuan khusus. Tentu saja hal ini untuk menyimpan energi buat hal lain yang lebih penting.
Jadi da'i-pun harus mempunyai wacana dan taktik sebagaimana panglima perang. Hal ini juga masuk dalam kategori "Ud'u ila sabili Robbika bil hikmah, wal mau'idhotil hasanah, wa jadilhum billati hiya ahsan".
Back to bahasan awal. Atas alasan apa aku pribadi diam saja (terutama dalam ranah dunia maya ini)? Serta apa biasanya yang aku lakukan?
Pertama, sangat logis sekali, dunia maya adalah dunia tanpa hukum, sangat mirip sekali dengan rimba, tak ada di sana aturan yang melarang ini itu. Maka, tentu sebuah kesulitan tersendiri jika kita ingin menempuh jalur "hukum". Berbeda dengan dunia nyata, kita masih bisa bertindak jika ada orang yang terang-terangan menghujat, masih ada undang-undang yang menyikapi hujatan terhadap keyakinan (khususnya di negara kita), memperkarakannya pun bisa.
Dunia maya? Itu akun siapa yang menjalankan pun tidak jelas. Lah kan ada fotonya? Foto bukan jaminan bahwa itu pelakunya. Sudah cukup banyak fitnah dan korban dari foto ini, apalagi foto yang direkayasa.
Maka tentu yang mungkin kita lakukan, adalah memanfaatkan teknologi itu sendiri. Entah dengan membajak (hack) atau tadi, mengacaukan sistemnya, atau bagaimana (nah tugas bagi hacker-hacker muslim untuk berjihad melalui jalur ini). Pengalaman pribadiku saat masih aktif jadi administrator room di mig33, menghadapi akun gila kayak gitu, adalah memanfaatkan menu kick and banned.
Kita juga harus jeli, apa tujuan dan motif mereka menghujat? Sebab ada yang kadangkalanya hanya untuk memancing emosi, membuat sensasi, meniupkan fitnah dan membuat rusuh. Ada kalanya juga menghujatnya hanya ikut-ikutan dan tidak tahu menahu tentang Islam sebenarnya.
Ciri-ciri masing-masing dua kelompok ini sangat jelas. Dan untuk kelompok pertama, menurutku pribadi hal terbaik adalah tidak melayani omongannya, sebab mereka akan semakin menjadi. Ibarat api, makin berkobar saat disuplay kayu bakar. Hal terbaik, adalah cuek, jangan melayani dan (ini yang paling penting) jangan menghina balik simbol-simbol suci mereka, karena Al-Qur'an melarang tegas. (Al-an'am 108).
Adapun menghadapi penghujat yang ikut-ikutan, maka kita bisa memberinya keterangan dengan pendekatan-pendekatan secara persuasif, seperti yang dituntunkan al-Qur'an dalam surat al-ankabut ayat 46.
Begitu pula yang mengajak diskusi baik-baik. Sebab dalam keadaan apapun, islam tetap menjadikan moral sebagai patokan utama. Tak ada ceritanya islam bertindak anarkis. Saat bertempur pun tidak boleh anarkis dengan melakukan perusakan.
Lagi Pula, Allah Ta'ala dan Rasul kita, Nabi Muhammad, akan tetap dengan keagungan dan kedigdayaannya. Usaha apapun merendahkan Nabi kita, malah semakin memperkuat dan memperindah posisi beliau. Coba perhatikan, musuh-musuh beliau selalu mencari celah kelemahan beliau, dan tidak pernah menemukan. Poligami, perang, apapun semua termentahkan dengan logika-logika ilmiah.
Sebab ada jaminan bahwa Allah Menjaga beliau, tidak cuma dalam hidupnya, tetapi usai beliau pindah menuju hadirat-Nya.
Maka yang perlu kita lakukan saat ini, adalah tentu juga mencounter serangan dari luar Islam. Namun yang lebih penting dari itu, adalah membangun kekuatan Islam kembali. Karena saat ini, kita berada pada titik paling naif, titik paling nadir dari kelemahan kita.
Benar apa yang dikatakan Nabi, dan telah sampai. Bahwa saat ini, kita mayoritas, tetapi bagai buih ombak lautan. Nah, sekarang yang harus kita pikirkan, bagaimana menjadikan buih itu menjadi tsunami?...
Hal itu tentu sangat wajar dan manusiawi sekali, orang mana yang rela keyakinannya dinistakan? (maka tentu sangat teramat bodoh sekali jika ada yang menistakan keyakinannya sendiri dengan alasan kebebasan berpikir).
Ada beberapa akun yang diberikan padaku untuk aku cek, dan tentu saja aku langsung survey kesana untuk melihat seperti apa hujatan itu. Dan sebagai muslim yang ghoyur (cemburu pada agamanya), aku akan lebih memilih tidak mendapat info itu, dan men-search akun-akun yang pemiliknya tak memiliki sedikitpun rasa kemanusiaan (apalagi moral). Andai waktu bisa diputar, lebih baik tidak kesana, melihat bagaimana buruknya kata-kata hujatan itu yang tak akan dilakukan oleh mereka yang mengaku berstatuskan sebagai manusia. Masih mending binatang yang tidak menghujat atau apapun. Entah masuk makhluk jenis apa.
Banyak permintaan dari mereka kepadaku untuk membela islam, untuk menjawab hujatan mereka. Aku pribadi, bukannya menolak permintaan itu, memang aku tidak menjawab atau komentar apapun sejak dulu terhadap kata-kata miring yang ditembakkan pada Islam dan semua muqoddasat (simbol-simbol suci)-nya.
Tentu saja ini atas beberapa alasan dan pertimbangan. Bukan karena tidak mau membela Islam. Na'udzubillah. Apalagi kita sejak awal memilih jalur dakwah, maka membela Islam dari serangan, adalah kewajiban.
Namun kita mesti jeli dan mesti arif melihat serangan itu. Sebagaimana perang, apakah serangan itu perlu dihadapi dengan kekuatan penuh? Apa perlu ditangkis saja? Atau dibiarkan? Atau dihadapi dengan tak memerlukan banyak tenaga, cukup beberapa gelintir tenaga ahli dengan kemampuan khusus. Tentu saja hal ini untuk menyimpan energi buat hal lain yang lebih penting.
Jadi da'i-pun harus mempunyai wacana dan taktik sebagaimana panglima perang. Hal ini juga masuk dalam kategori "Ud'u ila sabili Robbika bil hikmah, wal mau'idhotil hasanah, wa jadilhum billati hiya ahsan".
Back to bahasan awal. Atas alasan apa aku pribadi diam saja (terutama dalam ranah dunia maya ini)? Serta apa biasanya yang aku lakukan?
Pertama, sangat logis sekali, dunia maya adalah dunia tanpa hukum, sangat mirip sekali dengan rimba, tak ada di sana aturan yang melarang ini itu. Maka, tentu sebuah kesulitan tersendiri jika kita ingin menempuh jalur "hukum". Berbeda dengan dunia nyata, kita masih bisa bertindak jika ada orang yang terang-terangan menghujat, masih ada undang-undang yang menyikapi hujatan terhadap keyakinan (khususnya di negara kita), memperkarakannya pun bisa.
Dunia maya? Itu akun siapa yang menjalankan pun tidak jelas. Lah kan ada fotonya? Foto bukan jaminan bahwa itu pelakunya. Sudah cukup banyak fitnah dan korban dari foto ini, apalagi foto yang direkayasa.
Maka tentu yang mungkin kita lakukan, adalah memanfaatkan teknologi itu sendiri. Entah dengan membajak (hack) atau tadi, mengacaukan sistemnya, atau bagaimana (nah tugas bagi hacker-hacker muslim untuk berjihad melalui jalur ini). Pengalaman pribadiku saat masih aktif jadi administrator room di mig33, menghadapi akun gila kayak gitu, adalah memanfaatkan menu kick and banned.
Kita juga harus jeli, apa tujuan dan motif mereka menghujat? Sebab ada yang kadangkalanya hanya untuk memancing emosi, membuat sensasi, meniupkan fitnah dan membuat rusuh. Ada kalanya juga menghujatnya hanya ikut-ikutan dan tidak tahu menahu tentang Islam sebenarnya.
Ciri-ciri masing-masing dua kelompok ini sangat jelas. Dan untuk kelompok pertama, menurutku pribadi hal terbaik adalah tidak melayani omongannya, sebab mereka akan semakin menjadi. Ibarat api, makin berkobar saat disuplay kayu bakar. Hal terbaik, adalah cuek, jangan melayani dan (ini yang paling penting) jangan menghina balik simbol-simbol suci mereka, karena Al-Qur'an melarang tegas. (Al-an'am 108).
Adapun menghadapi penghujat yang ikut-ikutan, maka kita bisa memberinya keterangan dengan pendekatan-pendekatan secara persuasif, seperti yang dituntunkan al-Qur'an dalam surat al-ankabut ayat 46.
Begitu pula yang mengajak diskusi baik-baik. Sebab dalam keadaan apapun, islam tetap menjadikan moral sebagai patokan utama. Tak ada ceritanya islam bertindak anarkis. Saat bertempur pun tidak boleh anarkis dengan melakukan perusakan.
Lagi Pula, Allah Ta'ala dan Rasul kita, Nabi Muhammad, akan tetap dengan keagungan dan kedigdayaannya. Usaha apapun merendahkan Nabi kita, malah semakin memperkuat dan memperindah posisi beliau. Coba perhatikan, musuh-musuh beliau selalu mencari celah kelemahan beliau, dan tidak pernah menemukan. Poligami, perang, apapun semua termentahkan dengan logika-logika ilmiah.
Sebab ada jaminan bahwa Allah Menjaga beliau, tidak cuma dalam hidupnya, tetapi usai beliau pindah menuju hadirat-Nya.
Maka yang perlu kita lakukan saat ini, adalah tentu juga mencounter serangan dari luar Islam. Namun yang lebih penting dari itu, adalah membangun kekuatan Islam kembali. Karena saat ini, kita berada pada titik paling naif, titik paling nadir dari kelemahan kita.
Benar apa yang dikatakan Nabi, dan telah sampai. Bahwa saat ini, kita mayoritas, tetapi bagai buih ombak lautan. Nah, sekarang yang harus kita pikirkan, bagaimana menjadikan buih itu menjadi tsunami?...