Diaryku (93) : BENDERA MERAH PUTIH :D

Seperti yang aku ceritakan kemarin sekilas, bahwa Ma'had NH mempunyai kegiatan tahunan semacam KKN/PKL. Kami mengistilahkannya dengan ABS, atau amal bakti santri. Dalam bahasa arabnya, Rihlatud Da'wah.

ABS sendiri, ada 3 jenis. ABS Tajribiyyah (PKL Ujicoba, bagi santri baru saja, digelar tiap bulan Maulid). ABS Ta'ziriyah (PKL Hukuman, bagi santri yang terlambat balik ke Ma'had, digelar tiap syawwal, dicarikan desa yang sangat desa dan sekira nggak ada WC-nya :D). Dan ABS Kubro ini, yang diadakan tiap Sya'ban.

Kegiatan ini (ABS Kubro) adalah puncak seluruh kegiatan tahunan kami. Seluruh santri, bahkan beberapa yang telah alumni, mengikuti dengan semangat kegiatan yang penuh tantangan ini (sebab tabiat dakwah, pasti menghadapi tantangan. Berat ringannya melihat lingkungan).

Biasanya, ketua yang kami tunjuk saat Musker tahunan (akan kuceritakan juga bagaimana keunikan teman-teman kami menggelar musker tahunannya itu) telah melakukan persiapan dua bulan sebelum acara digelar.

Penyusunan berbagai macam proposal, persiapan segalanya, terutama mencari daerah mana yang bakal dijadikan ajang ABS ini. Biasanya kami mengambil desa yang benar-benar pelosok dari sebuah kecamatan yang belum pernah kami singgahi. Sesekali juga ke luar kota. Alhasil tempat baru.

Setelah berhasil menentukan tempat, biasanya tim panitia lalu melakukan penyisiran tempat sekaligus pembagian pos dan melobi penduduk-penduduk setempat untuk bersedia dijadikan tuan rumah bagi santri yang akan ber-PKL.

Rata-rata sih awalnya mereka oke-oke saja. Tetapi selalu saja timbul masalah tiap menjelang hari H. Ada yang mundur jadi tuan rumah mendadak, atau menolak. Kok nggak awal-awal saja dulu.

Kami tentu saja tak kumpul dalam satu tempat. Biasanya disebar di 10 tempat atau lebih (melihat jumlah peserta). Yang pasti, tiap wilayah ditempati 3 personel. Rumah yang kami pilih, adalah yang dekat musholla/masjid/sekolah, sebagai markas aktivitas.

Nah, saat seminggu menjelang hari H, semua telah sibuk mempersiapkan segalanya. Sebab kami biasanya tak hanya berdakwah begitu saja, banyak acara seru digelar di tengah ABS. Jadi peralatan harus lengkap dari awal.

Dan sejenak sebelum berangkat, kami diberi wejangan dan nasehat khusus oleh Abi Ihya', sebagai perbekalan terakhir. Dengan inti, bahwa dalam dakwah, itu harus bisa berbaur, namun jangan sampai terwarnai, tetapi justru harus mewarnai.

Dan kami dipesan, jangan sekalipun mengangkat hal-hal yang jadi perselisihan (khilafiyah) serta menyinggung adat penduduk setempat. Semua harus bil hikmah (bijak).

Saat berangkat, kami serasa mau kemah saja. Dengan satu bus, tas-tas besar berisi bekal buat satu bulan, dan berseragam jas kebesaran almamater berwarna merah hati, kami berangkat dengan kepala tegak dan hati besar sekali. Perjuangan dimulai.

Sesampai tempat. Kami bersama-sama menuju pos utama dulu. Sebelum di bagi dan di antar ke tempat masing-masing, tempat calon lahan dakwah.

Nah, di sini kisah dimulai. Jangan dikira seperti PKL/KKN-nya mahasiswa yang relatif segera diterima dan jadi hal biasa di kalangan masyarakat. Kami justru sering dicurigai lebih awal. Ya gara-gara embel-embel dakwah, membawa nama islam (masih sensitif ya) dan emblem pesantren.

Ini islam model apa lagi? Itu rata-rata yang berputar di benak masyarakat. Jadi yang ada justru ketakutan duluan, kadang tak menerima kedatangan sebagian dari kami, membiarkan kami terlantar di musholla.

Lantas bagaimana? Kecerdasan ketua kelompok yang dibutuhkan (biasanya dipilih yang senior) untuk nanti mencari lobian agar mendapat tempat.

Bahkan dalam kasus tertentu, beberapa teman sampai diusir, sebab dituding islam garis keras (emangnya batu apa :D). Tetapi kami menanggapinya hanya dengan senyum dan mendingin-dinginkan mereka lantas berjalan tenang mencari tempat bernaung (padahal dalam hati perasaan nggak karu-karuan, mana lapar lagi :D)

Hari-hari pertama kami relatif tidak melakukan kegiatan apapun kecuali menertibkan jadwal harian kami, dan kenalan-kenalan sama tetangga. Satu persatu kami masuk ke rumah-rumah penduduk, berkenalan dan say hallo saja. Tidak ajak-ajak apapun (kecuali yang mujur, didukung tuan rumah misalkan, maka dikenal-kenalkan)

alhasil nasib-nasiban deh. Namun yang pasti, pengusiran di beberapa pos, hampir selalu ada dan terjadi. Aku sendiri, 3 kali harus dipindah poskan sebab tak diterima. Huhuhu...

Jadi diusir-usir dengan berbagai ragam alasan, adalah hal yang biasa. Modusnya sama, kami dikira islam aliran baru. Tapi rata-rata itu hanya 3 harian. Setelah mereka tahu kesupelan kami, keseharian kami, kebanyakan berubah drastis. Tak sedikitpun kami langsung berdalil qola ta'ala qola rosul, juga tak menjaga jarak. Siapapun kami dekati, dan target terempuk untuk mengambil hati mereka, adalah mendekati anak-anak mereka, nah. Dan terbukti selalu sukses.

Ada cerita, saat beberapa teman dari pos lain sedang bertamu-tamu, dia ditanya salah satu tuan rumah, kebetulan temanku ini orangnya rada-rada gimana gitu :D

"Mas-masnya ini ekstrim ya?" (maksudnya, islam garis keras)

"oh, jangan repot-repot bu, es teh saja sudah cukup kok", kata temanku tanpa merasa berdosa, kayaknya kuping bolotnya ndengernya "es krim".

" bukan itu, maksudku, mas ini datang di bawah bendera apa?" (pasti lah maksud ibu itu, gerakan atau organisasi tertentu)

" ya biasa bu, bendera merah putih" kata temanku culun.

"ooo.. Mas-masnya ini suka karnaval ya" :D

Persis kejadian saat ditanya rekan-rekan mahasiswa yang biasa mengadakan training di asrama kami (akan kuceritakan kemudian), dan mereka minta ditunjukkan alam terbuka buat acara outbond.

Ketua acara tanya ke temanku tadi."Ustadz, kami mau mengadakan outbond, tempatnya di mana ya?"

Dengan kepedean luar biasa, tanpa dia tahu apa itu outbond, dia menjawab, "Oh, itu mas, di atas musholla ada ruangan kecil, cocok tuh buat acara apa tadi? Bon-bon itu".

Tentu saja sang ketua yang malang tadi hanya mampu bengong, dan mungkin dalam hati bergumam, "ini ustadz cetakan tahun berapa sih?" :D


( to be continued)