Diaryku (91) : KUTU BUKU

Buku, adalah hal yang sangat familiar sekali denganku sejak aku kecil. Malah boleh dikata, bahwa aku lahir di antara buku. Sebab Babaku adalah seorang bookaholic kelas berat. Begitupula keluarga dari jalur ummiku. (kalau jalur babaku, akrabnya ya dengan cangkul, maklum petani).

Jadi membaca, adalah pemandangan sehari-hari dan seolah kewajiban di rumahku. Mau tak mau, siapapun yang terlahir dan membuka mata pertama kali di rumahku, pada akhirnya mengikuti kebiasaan itu juga (hew, ibaratnya berlebihan nggak yah :-D )

@ @ @

"Alawy, kamu tahu? Siapa kelak nanti yang akan membaca kitab-kitab itu?", kata Babaku padaku sembari menunjuk ratusan judul kitab di perpustakaan khusus beliau. "Kamu", saat itu usiaku masih 6 tahun.

Setiap pagi, babaku melatihku untuk mengambilkan buatnya kitab-kitab yang dimintanya, kadang sebagai bacaan saja, kadang sebagai persiapan sebelum mengajar. Jadi aku harus berusaha keras menghafal nama-nama buku berbahasa arab itu sekaligus tempatnya, sebab jika gagal menemukan, maka satu kata segera menjadi sarapan pagi buatku, "Goblok!" :-D

@ @ @

Hal yang selalu aku tunggu-tunggu setiap pamanku pulang dari pondok, adalah komik atau majalah-majalah yang dia bawakan. Aku selalu minta dibawakan oleh-oleh majalah anak-anak.

Suatu hari, dia tidak membawakan buatku komik atau majalah seperti biasa. Tapi buku super tebal, "Karakteristik 60 sahabat Nabi". Beliau memberiku target, aku harus merampungkannya sampai dia nanti balik datang lagi.

Aku hanya melongo, tapi tak urung aku baca juga buku itu, saat itu usiaku 8 tahun. Tetapi yang pasti, kesukaanku membaca semakin bertambah, apalagi sejak kenal perpustakaan sekolah.

@ @ @

Jam Istirahat, atau jam kosong kala sekolah, adalah jam favoritku, karena saat-saat itu aku bisa ke perpustakaan Madrasahku, membaca berbagai buku sastra anak. Sesekali juga bisa aku pinjam pulang.

Pernah suatu hari aku dikunci di perpustakaan sekolah oleh kepala sekolahku gara-gara keasyikan membaca dan tidak mendengar lonceng masuk telah dipukul bertalu-talu

@ @ @

Kala aku kelas 5, desaku mengalami bencana alam banjir besar. Seisi desa tenggelam, tak terkecuali sekolahku. Dan usai banjir surut, setelah air bengawan solo mengendap selama sebulan, kami pun bisa sekolah lagi.

Namun, sekolahku hancur porak poranda, tak terkecuali perpustakaannya, sebab tak sempat diselamatkan kala banjir melanda.

Semua buku hancur dan berserakan di belakang kantor, tak bisa lagi dibaca. Aku masih teringat saat berdiri sambil menangis terisak-isak di atas tumpukan ratusan buku yang hancur itu, dan dengan tangan mungilku mengkorek-korek dan mencari buku yang sekira masih bisa dibaca untuk aku bawa pulang. Hilangnya perpustakaan, membuat hilang kesempatan baca.

@ @ @

Baru seminggu aku menangisi buku-buku perpustakaan madrasahku yang hanyut oleh banjir. Tak sengaja, aku membaca buku sejarah islam. Tepat saat membuka halaman runtuhnya khilafah abbasiyah di Baghdad, Irak.

Sekaligus cerita kekejaman bangsa Tartar membantai penduduk Baghdad. Tetapi yang membuatku lagi-lagi menangis terisak, adalah saat membaca sejarah, bahwa bangsa itu menghanyutkan jutaan buku di sungai Dajlah (Tigris) untuk dijadikan jembatan bagi kuda-kuda mereka sehingga dalam beberapa bulan sungai Tigris berubah warna jadi hitam oleh tinta jutaan karya emas ulama' muslim. Masa yang menandai kemunduran umat islam sampai sekarang.

@ @ @

@ Abdullah bin Abbas mengatakan, bahwa kegemaran membaca adalah nikmat terbesar kedua setelah iman.

@ Kalau katanya Mary Leonhardt, lain lagi : kita harus gemar membaca, karena kegemaran membaca menyebabkan kita memiliki rasa bahasa yang tinggi. Kita bisa berbicara, menulis, dan memahami gagasan-gagasan yang rumit secara lebih baik.

@ membaca akan memberikan wawasan yang lebih luas keberagamannya, yang membuat belajar dalam segala hal lebih mudah. Meski kita tidak mengenyam pendidikan yang lebih tinggi (sebab itu, hanya sistem saja).

@ kemampuan istimewa daripada kegemaran membaca adalah, bisa mengurangi rasa tidak percaya diri.

@ kegemaran membaca akan memberikan rasa perspektif pada kita.

@ membaca dapat membantu kita untuk memiliki rasa kasih sayang. Hakikat kasih sayang adalah kemampuan untuk memahami pandangan orang lain.

@ seseorang yang gemar membaca, dihadapkan pada suatu dunia yang penuh kemungkinan dan kesempatan. Betapapun lingkungan tempat tinggal kita luasnya terbatas. Dengan membaca, kita bisa pergi kemanapun dan dapat memimpikan apapun.

@ kegemaran membaca, akan mampu mengembangkan pola berpikir kreatif dalam diri kita.

@ cukup satu ayat yang mewajibkan kita untuk membaca : (Iqro' bismiRobbik)

Dan lain sebagainya, silakan teman-teman tambahi sendiri, hehehe :-D