Mulut lelaki itu terkatup rapat, terdengar gemeletuk gigi geliginya, keduanya matanya berkilat-kilat, jelas sekali dia menahan gemuruh kemarahan di dadanya. Kalau bukan sahabat karibnya, mungkin sudah didampratnya habis.
"Apa salah aku mencintainya Kang?"
"Tidak, tapi apa harus dengan pacaran?!"
"Lah, kalau tidak pacaran, mana bisa aku mengenalinya Kang?"
"Zaman kakek-nenek kita tidak ada yang pacaran, tapi anaknya selusin," Lelaki itu semakin gusar.
"Itu kan zaman mereka, zaman belum ada listrik, nggak bisa bedain cakep apa nggak," Pemuda itu masih saja mengeyel.
"Beberapa hari lagi adalah hari istimewa kang, ingin kuikrarkan cintaku pada Astri, momentum yang tepat," Pemuda itu tertawa oleh lamunan hayal indahnya.
"Cinta memang membuat buta dan tuli."
"Betul, betul sekali Kang, dan sepertinya aku mengalami kebutaan dan ketulian dari nasehatmu barusan," kembali pemuda itu tergelak.
Lelaki tadi, hanya bisa bersungut menghadapi kekerasan pemuda yang telah dianggapnya saudara sendiri itu.
"Eit... Tapi Akang jangan pakai dalil aneh-aneh untuk melarangku bervalentine, aku tetap muslim, sholat tiap waktu, masa' hanya gara-gara memberi hadiah cokelat lalu kafir begitu saja?"
"Itu kebiasaan orang barat yang tak baik, kenapa ditiru, ujung-ujungnya adalah bukan itu, tapi sex bebas, zina."
"Byuh byuh, Akang ini, terlalu didramatisir, apa salah aku memberi hadiah?"
Tak ada jawaban.
###
Seumur-umur memang ia belum mengenal kata pacaran. Pikirannya sederhana, mumpung masih muda, sekali saja lah pacaran, masa' tak boleh menikmati masa remaja? Pemuda itu berkhayal.
Pandangan pertama di pasar pada sesosok gadis manis itulah yang membuatnya kepayang, apalagi saat melihat sang gadis ayu itu tertunduk malu, sembari tersenyum simpul.
Valentine, pas sekali jika aku ungkapkan perasaanku di hari itu pada Astri, batin pemuda tadi. Sembari memberinya beberapa potong cokelat istimewa, seperti yang diiklan-iklankan televisi. Pemuda itu mencoba menghitung.
# # #
"Anak-anakku, cinta memang fitrah, dan ada dalam setiap diri manusia. Sebagai sunnatullah untuk melestarikan manusia itu sendiri di muka bumi," Nasehat sejuk Pak Kyai mengguyur jiwa setiap kajian usai maghrib.
"Tapi, arahkan cintamu itu sesuai yang digariskan Syariat, jangan dilampiaskan dengan cara yang salah. Lagi pula, kata orang bijak, seseorang yang mampu merahasiakan cintanya, tidak mengungkapkannya, dan dia mati karena cinta itu, maka dia mati syahid." Pak Kyai melanjutkan petuahnya. Sementara di sudut lain, tampak seorang pemuda tertegun, tak sadar pena telah jatuh dari genggamannya.
###
"Lho, kok kamu bongkar lagi bingkisanmu? Kok dimakan tuh Silverqueen? Bukannya besok valentine?" Lelaki itu heran dengan sikap sahabatnya.
"Kupikir-pikir kok sayang, cokelat mahal gini, lagi pula udah lama aku pengen," pemuda itu masih menikmati cokelat yang dikunyahnya perlahan. Tanpa menoleh ke lelaki tadi.
"Lah terus Astri gimana?"
"Emm... Ya nggak gimana-gimana, apanya yang gimana?"
"Ooo... Bagi dong..." (*)
ooooooooooooooooooooo
huehehe... Sekedar berkhayal dan meramaikan Lomba :D
ooooooooooooooooooooo
tulisan ini diikutkan dalam lomba tulisan (Lomba FF Bukan Cinta Ala Valentine's Day)
...
"Apa salah aku mencintainya Kang?"
"Tidak, tapi apa harus dengan pacaran?!"
"Lah, kalau tidak pacaran, mana bisa aku mengenalinya Kang?"
"Zaman kakek-nenek kita tidak ada yang pacaran, tapi anaknya selusin," Lelaki itu semakin gusar.
"Itu kan zaman mereka, zaman belum ada listrik, nggak bisa bedain cakep apa nggak," Pemuda itu masih saja mengeyel.
"Beberapa hari lagi adalah hari istimewa kang, ingin kuikrarkan cintaku pada Astri, momentum yang tepat," Pemuda itu tertawa oleh lamunan hayal indahnya.
"Cinta memang membuat buta dan tuli."
"Betul, betul sekali Kang, dan sepertinya aku mengalami kebutaan dan ketulian dari nasehatmu barusan," kembali pemuda itu tergelak.
Lelaki tadi, hanya bisa bersungut menghadapi kekerasan pemuda yang telah dianggapnya saudara sendiri itu.
"Eit... Tapi Akang jangan pakai dalil aneh-aneh untuk melarangku bervalentine, aku tetap muslim, sholat tiap waktu, masa' hanya gara-gara memberi hadiah cokelat lalu kafir begitu saja?"
"Itu kebiasaan orang barat yang tak baik, kenapa ditiru, ujung-ujungnya adalah bukan itu, tapi sex bebas, zina."
"Byuh byuh, Akang ini, terlalu didramatisir, apa salah aku memberi hadiah?"
Tak ada jawaban.
###
Seumur-umur memang ia belum mengenal kata pacaran. Pikirannya sederhana, mumpung masih muda, sekali saja lah pacaran, masa' tak boleh menikmati masa remaja? Pemuda itu berkhayal.
Pandangan pertama di pasar pada sesosok gadis manis itulah yang membuatnya kepayang, apalagi saat melihat sang gadis ayu itu tertunduk malu, sembari tersenyum simpul.
Valentine, pas sekali jika aku ungkapkan perasaanku di hari itu pada Astri, batin pemuda tadi. Sembari memberinya beberapa potong cokelat istimewa, seperti yang diiklan-iklankan televisi. Pemuda itu mencoba menghitung.
# # #
"Anak-anakku, cinta memang fitrah, dan ada dalam setiap diri manusia. Sebagai sunnatullah untuk melestarikan manusia itu sendiri di muka bumi," Nasehat sejuk Pak Kyai mengguyur jiwa setiap kajian usai maghrib.
"Tapi, arahkan cintamu itu sesuai yang digariskan Syariat, jangan dilampiaskan dengan cara yang salah. Lagi pula, kata orang bijak, seseorang yang mampu merahasiakan cintanya, tidak mengungkapkannya, dan dia mati karena cinta itu, maka dia mati syahid." Pak Kyai melanjutkan petuahnya. Sementara di sudut lain, tampak seorang pemuda tertegun, tak sadar pena telah jatuh dari genggamannya.
###
"Lho, kok kamu bongkar lagi bingkisanmu? Kok dimakan tuh Silverqueen? Bukannya besok valentine?" Lelaki itu heran dengan sikap sahabatnya.
"Kupikir-pikir kok sayang, cokelat mahal gini, lagi pula udah lama aku pengen," pemuda itu masih menikmati cokelat yang dikunyahnya perlahan. Tanpa menoleh ke lelaki tadi.
"Lah terus Astri gimana?"
"Emm... Ya nggak gimana-gimana, apanya yang gimana?"
"Ooo... Bagi dong..." (*)
ooooooooooooooooooooo
huehehe... Sekedar berkhayal dan meramaikan Lomba :D
ooooooooooooooooooooo
tulisan ini diikutkan dalam lomba tulisan (Lomba FF Bukan Cinta Ala Valentine's Day)
...