Diaryku 89 : WE WILL NEVER SUBMIT :)

"Menulis adalah Berjuang !" [ Mbak Helvy Tiana Rosa ]

@ @ @

Ketika aku sukses menyelesaikan antologi Catatan dari Diaryku dua hari lalu (yang tentu saja semua itu adalah Fadhl Minallah), pertama kali yang terbersit dalam benakku adalah perasaan puas luar biasa. Lama sekali sudah aku tak merasakan sensasi ini sejak terakhir sukses menulis salah satu masterpiece-ku, "Nukhbatul Azhar" (2007)

Masya Allah, Laa Quwwata illa Billah.

Doakan Antologi itu segera terbit ya teman-teman :)

Kenapa aku merasa sangat puas? Sebab satu hal, akhirnya aku sukses keturutan berinovasi menulis sebuah buku hanya dengan menggunakan Handphone saja (so, thanks very much for my Nokia E71 and Nokia E72, I love you full, mwwacch :* lebay dikit :D )

@ @ @

Keterbatasan sarana dan fasilitas, tak akan mencegah kita untuk berkreasi selama kita mau berusaha dan gigih. Sebab "terbatas" adalah kata pesimis yang bercokol dalam diri kita yang harus kita cerabut.

Ayat 87 dalam surat Yusuf, adalah ayat yang difirmankan Allah untuk memberi support pada umat manusia agar tak menyerah dan berputus asa pada keadaan.

@ @ @

Lho, apa tidak punya laptop, atau PC? Belum punya, itu jawabku. Bukan tidak bisa beli, tetapi kondisi birokrasi di asrama kami, tak memungkinkan bagi kami untuk punya benda-benda itu.

Ya masih mending sebenarnya, masih bisa mengetik dengan hape (meski kuku jempolku rasanya sekarang dua kali lebih tebel dari biasanya :D ). Di sana masih banyak sekali orang-orang yang memiliki hasrat menulis tinggi, tetapi baru bisa menuliskannya dengan pensil di atas kertas bungkus cabe saja.

Benar petuah dan nasehat orang dulu. Jika kita melihat ke bawah, melihat pada yang lebih sengsara pada kita, maka kita bisa bersyukur dan selalu semangat (tapi ingat, hanya dalam beberapa konteks saja lho ya, tidak semua. Semisal ilmu, berkarya, beramal, kita tak boleh melihat ke bawah, tapi harus melihat atas kita, biar bisa terus terobsesi dan termotivasi)

@ @ @

Sa'id Annursi. Penulis buku "Rosa-il annur", salah satu ulama' ternama di akhir masa khilafah Utsmaniyyah, menulis bukunya itu (yang terdiri dari 8 jilid besar), saat di penjara oleh Rezim Mustafa Kemal Attaturk, hanya dengan bermediakan sobekan-sobekan kardus dengan pena korek api, yang disusupkan pada murid-muridnya untuk ditulis ulang.

Buku agung tentang kehidupan, yang sangat inspiring dan penuh motivasi. Salah satu sumber rujukan utama karya-karya Harun Yahya.

@ @ @

Kalau aku ingat-ingat, ternyata selama ini menulis memang benar-benar berjuang. Berjuang dengan segalanya, benar apa kata Mbak Helvy, dan berjuang adalah pasti menghadapi rintangan.

Saat baru tiba di Mekkah, seiring hasrat menulisku yang besar, aku terpaksa memuaskan keinginan menulisku itu, dengan diam-diam menulis di basement asrama, pinjam mesin ketik teman, menulisnya saat jam-jam istirahat.

Beratnya, pas musim panas. Jadi, jika di luar, cuacanya sampai 49 derajat, maka di basement lebih pengap. Tanpa ada kipas angin, apalagi AC. Jadi bisa dipastikan, tiap habis mengetik, tubuh basah kuyup oleh keringat, kayak mandi, jadi tidak nyaman.

Terdesak menulis di basement soalnya kalau di kamar pasti mengganggu. Tak tok tak tok bunyi mesin ketik. Akhirnya karena tak tahan panasnya basement, aku balik menulis saja di kamar, namun terpaksa menulis tangan, padahal tulisanku sangat mengharukan, aku sendiri kadang tidak bisa baca :D (biasanya aku menulis dengan tangan hanya untuk muswaddat/draft saja)

Ala kulli haal, beberapa kali sukses juga menulis buku dengan tulisan tangan, meski harus berjuang keras menulis bagus yang membuat jari-jariku kram, dan aku kirim ke rumah untuk diketik (untungnya teman-temanku bisa baca tulisanku :D ... Tapi kalau aksara arab, tulisan tanganku bagus lho :p).

@ @ @

Ketika aku sempat diasingkan di Wadi Fathimah, inspirasi mendadak datang. Akhirnya selama dua minggu dalam kesendirian itu aku menuliskan semua yang terlintas di benakku, di sebuah buku tulis kucel, kumal, berdebu, dan berombak kering habis berkali-kali kena hujan, yang berhasil aku temukan di dekat kandang kambing. Karena tak aku temukan apapun yang layak buat menulis, apalagi aku memang tidak bawa buku apapun sebelum ke Wadi.

@ @ @

Yang benar-benar terasa berjuang, adalah kala menulis "Nukhbatul Azhar". Berkali-kali aku diuji dengan sakit berat, sampai operasi segala. Dan tulisan tetap kuteruskan sambil opname, hingga akhirnya sukses aku selesaikan. Alhamdulillah. Lebih dari setahun.

@ @ @

Cerita-cerita di atas, adalah pembuka daripada serial "Catatan dari Diaryku II" kali ini, untuk memberikan inspirasi dan motivasi pada teman-teman semua. Bahwa kita bisa selama kita mau.

(Idza shohhal azmu, wadhihas sabil), di mana ada kemauan di situ ada jalan.

Capek? Pasti, dan memang, semakin tinggi motivasi dan semangat dalam jiwa dan ruh, maka pasti membuat fisik kita menggeletar lelah untuk menggapainya, namun tak ada kata menyerah..

(Wa Idza kaanatin Nufusu Kibaro # Ta'ibat fi Murodiha-l ajsamu)

We Will Never Submit. Itu kata yang harus selalu kita dengungkan dalam diri dan jiwa kita. Dalam hal apapun..

Tak ada kata menyerah, sampai titik darah penghabisan. Sampai tinta mengering hanya bisa tinggal menggoret-goret saja di atas kertas tanpa ada warna lagi..