Diary (128) : Belajar Jadi Tukang Khutbah :D

Jumat hari ini tadi, hari yang berat benar bagiku, huffft... Bangun telat, megap-megap sebab jam menunjukkan jika waktu adzan jumat telah lama lewat, bergegas ke toilet, nggak mandi, cuma sempat wudhu, masih terdengar sayup-sayup khutbah dari masjid di utara, cepet-cepetan pakai baju. Pas keluar asrama, masjid utara ternyata udah hampir selesai sholat.

Kesempatan cuma ada di masjid selatan, tapi ternyata pas iqomah juga, sudah terlanjur di luar, harus segera berbelok ke sana, setengah kilometer, mesti sprint berlari-lari kecil (meski sebenarnya di makruhkan menghadiri sholat sambil berlari) di bawah jerangan terik matahari Makkah dan panas 43 derajat, nyampe di sana Imam udah hampir Ruku' rakaat kedua, segera takbir kilat, hufft.. Kalau ketinggalan dua ya jadinya Nawa wa laa sholla (niatnya sholat jumat tapi sholatnya sholat dhuhur).

Nafas masih tersengal-sengal, keringat bercucuran deras, gerahnya luar biasa. Untung masih bisa jumatan, meski di emperan masjid. Kualitas iman yang benar-benar menyedihkan.

Memang soal jumat ini seringnya aku berangkat menjelang iqomat. Sangat jarang sekali aku duduk sejak awal imam khutbah. Kebiasaan buruk.

Waktu di Purworejo, keterlambatan menghadiri jumat ini sering disindir oleh Kyaiku, "Biasa, latihan jadi khotib, pantes shalat jumatnya terlambat terus," :D

Alhasil, lutut rasanya ngilu semua sebab harus berlari-lari kecil mengejar ketertinggalan jumat. Mana Imamnya pakai surat pendek lagi, hal yang tidak umum di tanah air, biasanya imam paling tidak membaca surat Hal Ataka, sama Sabbihisma, kalau di Mekkah, kadang imamnya tega banget, cuma baca Inna A'thoinaka sama Qulhuwallah ! Sensasi yang ingin kucoba di tanah air nanti, biar peserta jumatan yang suka berangkat akhir, tercepuk-cepuk berlarian mendengar imamnya berjumat kilat :D

Assholatu fi Waqtiha... Sholatlah pada waktunya, itu yang dipesankan Nabi pada kita. Tentu maksudnya adalah jika telah masuk waktu sholat, bersegaralah untuk menegakkannya. Meskipun waktu sholat itu memanjang, tetapi yang terbaik adalah melaksanakannya di awal waktu.

Hal ini artinya tentu saja kita harus bersiap-siap terlebih dahulu sebelum masuknya waktu sholat itu sendiri. Paling nggak sepuluh menitan lah. Meski pada kenyataannya, kita lebih suka mengantri kamar mandi saat adzan telah dikumandangkan, terlebih aku pribadi yang sukanya malah tidur-tiduran dulu. Hiks.

Tentu bergegas untuk bersiap segera sholat, sama syariat telah dihitung pahala sendiri dan malah masuk bagian ritual itu. Hal ini jika dianalogikan bahwa menunggu waktu sholat saja sudah termasuk sholat, apalagi bersiap diri untuk menghadiri sholat itu sendiri.

Apalagi jumat, yang memang ujian tersendiri. Di tengah teriknya matahari dan sedang enaknya tidur. Jadi, kalau kalian tanya padaku, apa tema yang disampaikan khatib jumat hari ini? Maka yang akan kalian temukan adalah wajah yang mirip ikan mas koki, cuma buka tutup mulutnya doang nggak tahu mau bicara apa meski hadir jumatan ! :D

Ada cerita lagi soal jumat, tapi ini bukan aku yang alami. Di pesantren rumahku, santri terbiasa tidur di Masjid Jami Desa yang memang satu komplek dengan pesantren. Kebanyakan memilih tidur di lantai dua mengingat kesejukan hawanya.

Nah, ini entah namanya santri kebacut atau bagaimana. Pas jumatan, dia memang tidur di masjid, sejak waktu masih dhuha. Tapi dia tidak terbangun bahkan sampai jumatan usai ! Hih nih anak, telinganya bukan cuma dikencingi setan, sampai tidak terdengar suaranya pak khatib yang sampai serak teriak-teriak, tapi udah diberaki kayaknya :D

Pada akhirnya, koreksi dan kontemplasi atas kualitas iman, harus kita lakukan setiap hari. Orang yang beruntung adalah, orang yang hari ini kualitas imannya lebih baik dari hari kemarin. Adapun yang merugi, tentu saja yang menurun, hari ini tak lebih baik dari kemarin. Sebab keimanan dan ketakwaan, adalah hal yang harus selalu terus kita tingkatkan, jika memang ingin memperoleh ketenangan. Saatnya bersama-sama mengkoreksi iman :)