Ma'had Nurul Haramain Pujon Malang, boleh dikata adalah pesantren terminal pertemuan antara santri dan mahasiswa. Pemandangan pertemuan dua "budaya ilmu" yang sangat berbeda dan selama ini bisa dikatakan ada saling kecurigaan (yang sebenarnya sangat tidak perlu) adalah hal yang sangat biasa dan lumrah.
Memang tujuan Guru kami, Abi Ihya', adalah mempertemukan dua potensi besar terpendam yang dimiliki santri dan mahasiswa. Tentu saja untuk kepentingan dakwah islam. Sebuah cita-cita agung, pensinergian dua potensi untuk satu tujuan.
Selama ini, Abi Ihya' jika mengistilahkan, kalau santri itu, punya Tsaqofah Islamiyah cukup bagus, kuat dari dasar, memahami secara mendalam referensi-referensi kuno, tetapi sedikit yang mempunyai ghiroh dakwah, alih-alih menyebarkannya (atau punya, tapi tidak tahu cara), hingga dengan sangat sayang ilmu itu mengendap. Sebaliknya, mahasiswa, terlebih yang aktif di Harakah, di Liqo'-Liqo' dan Halaqoh, mempunyai ghiroh dakwah yang sangat meluap bahkan menjadi ekselensi mereka, tathbiq amali bagus, sistematis, hanya saja tak ditopang tsaqofah ilmiyah sebaik santri, yang pada akhirnya menyebabkan langkah mereka kedodoran. Dan ini memang kenyataan di Lapangan.
Nah, dua kelemahan ini, di samping dua kelebihan yang dimiliki masing-masing pihak, sangat tidak menguntungkan bagi dakwah Islam. Seperti Senapan Otomatis miliknya sniper, tapi pelurunya peluru plastik mainan anak-anak. Jika ditembakkan, tentu saja tidak akan pas sasaran, tetapi melenceng jika tertiup angin sedikit saja.
Makanya, harus digabungkan untuk menghasilkan ledakan eksplosiv dakwah yang mengguncang..
( Huehehe.. Bahasanya seram :D )
Maka, di Pujon, banyak aktivitas kegiatan kami, berbau sangat mahasiswa sekali, sebaliknya mereka juga mendapatkan pengalaman spiritual dan rohani yang kami jalani selama ini dan tak ditemukan di dunia mereka. Sekaligus menikmati cipratan-cipratan menyejukkan dari kebijakan-kebijakan kuno yang selama ini tersimpan.
Salah satunya adalah Training-Training Mahasiswa yang diadakan di pesantren kami. Jadi kami mengakomodasi tempat sekaligus pelayanan fasilitas yang lain bagi para mahasiswa dari perguruan tinggi manapun yang ingin mengadakan acara dan pertemuan di tempat kami. So tentu saja mereka juga menjadikan kami untuk mengisi beberapa materi mereka. Sekaligus mereka wajib mengikuti seluruh kegiatan kami. Biar tahu rasanya pesantren, meski beberapa hari saja.
Biasanya, materi yang kami berikan, adalah materi-materi dasar tentang pengenalan diri dan potensi kehidupan. Sekaligus cara praktis bagaimana menghadapi kehidupan secara umum. Materi kaderisasi yang persis kami berikan pada setiap santri baru, hanya saja beda bahasa.
Nah, biasanya, jika ada training (yang selalu diadakan bertepatan dengan seluruh penghuni asrama sedang turun gunung untuk dakwah), beberapa hari menjelang hari-H, oleh panitia penyelenggara dari Ma'had, aku pasti tidak boleh keluar.
"Wy, ada training dari Univ ini minggu besok, kamu jangan ke mana-mana,"
"Mau ngapain?"
"jadi tukang masak..", hue.. Jawaban yang salah, "Ya ngisi training lah".
Dan selalu materi yang diberikan kepadaku adalah potensi dasar manusia yang berhubungan dengan Ghorizatun Nau', naluri jatuh cinta. Nah kan?
Jadi bisa dipastikan, selama dua jam aku harus berdiskusi interaktif dengan para mahasiswa-mahasiswi yang memang lagi semangat-semangatnya soal itu.
Jadi, buku bacaanku dulu, adalah segala hal yang berbau tentang cinta dan sex, mulai bukunya Sigmund freud, sampai tulisannya Murtadho Zabidi. Heu, berbusa-busa deh :D.
Aku sendiri heran, lah kok aku yang dipilih, kan ada senior yang lain. Protesku setiap disuruh mengisi training yang pasti deh materinya berkutat di situ. "cuma kamu yang ngerti bahasa Lo-Lo, Gue-Gue Wy", itu jawaban seniorku, jiaaaaaah :D.
Tentu saja mau tidak mau aku harus mengisi, dan tentu saja kerap sekali aku mendapat pertanyaan menyudutkan dari rekan-rekan mahasiswa, sekaligus pertanyaan kritis lainnya. Alhasil, pengalaman mengesankan :D
"Ustadz pernah jatuh cinta nggak?", ya pernah lah, ustadz juga manusia :D
"Ustadz, kenapa pacaran tidak boleh?"
"Ustadz, bukankah cinta itu malah membuat hati kotor?"
"Ustadz, cara menyalurkan cinta yang benar itu gimana sih,"
Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain yang biasanya selalu kuawali dengan senyum nyengir kuda, sebelum memulai menjawab satu-satu pertanyaan apapun seputar cinta.
"Jadi begini sahabatku semua, sebelumnya saya ini bukan ustadz, tapi Us.. Tas kresek, jadi manggilnya jangan ustadz ya, panggil saya, Mas Awy'. Nah, pertanyaan dari pojok tadi, bahwa cinta itu sebenarnya.. Bla.. Bla... Bla... ", pokoknya yang penting teman-teman tidak boring dengan materi yang kusajikan.
Maka tentu saja, biasanya habis training, tanpa sengaja aku mendapat fans baru, :D
Jadi trainer pakar cinta. Memahami seluk beluk mengambil hati, sampai gombalisasi. Termasuk juga yang dilakukan beberapa oknum Ustadz yang ngebet poligami,...
akhir catatan, sekedar bagi cerita, dan tinggal prakteknya saja. Mungkin semuanya akan lain ceritanya kalau aku tidak mengasingkan diri jauh ke Tanah suci, tetapi melanglang buana di tanah air. Tetapi yang pasti, semua ada rahasia besar kehidupan di sana. Yang dimulai dari... Cinta :)
Memang tujuan Guru kami, Abi Ihya', adalah mempertemukan dua potensi besar terpendam yang dimiliki santri dan mahasiswa. Tentu saja untuk kepentingan dakwah islam. Sebuah cita-cita agung, pensinergian dua potensi untuk satu tujuan.
Selama ini, Abi Ihya' jika mengistilahkan, kalau santri itu, punya Tsaqofah Islamiyah cukup bagus, kuat dari dasar, memahami secara mendalam referensi-referensi kuno, tetapi sedikit yang mempunyai ghiroh dakwah, alih-alih menyebarkannya (atau punya, tapi tidak tahu cara), hingga dengan sangat sayang ilmu itu mengendap. Sebaliknya, mahasiswa, terlebih yang aktif di Harakah, di Liqo'-Liqo' dan Halaqoh, mempunyai ghiroh dakwah yang sangat meluap bahkan menjadi ekselensi mereka, tathbiq amali bagus, sistematis, hanya saja tak ditopang tsaqofah ilmiyah sebaik santri, yang pada akhirnya menyebabkan langkah mereka kedodoran. Dan ini memang kenyataan di Lapangan.
Nah, dua kelemahan ini, di samping dua kelebihan yang dimiliki masing-masing pihak, sangat tidak menguntungkan bagi dakwah Islam. Seperti Senapan Otomatis miliknya sniper, tapi pelurunya peluru plastik mainan anak-anak. Jika ditembakkan, tentu saja tidak akan pas sasaran, tetapi melenceng jika tertiup angin sedikit saja.
Makanya, harus digabungkan untuk menghasilkan ledakan eksplosiv dakwah yang mengguncang..
( Huehehe.. Bahasanya seram :D )
Maka, di Pujon, banyak aktivitas kegiatan kami, berbau sangat mahasiswa sekali, sebaliknya mereka juga mendapatkan pengalaman spiritual dan rohani yang kami jalani selama ini dan tak ditemukan di dunia mereka. Sekaligus menikmati cipratan-cipratan menyejukkan dari kebijakan-kebijakan kuno yang selama ini tersimpan.
Salah satunya adalah Training-Training Mahasiswa yang diadakan di pesantren kami. Jadi kami mengakomodasi tempat sekaligus pelayanan fasilitas yang lain bagi para mahasiswa dari perguruan tinggi manapun yang ingin mengadakan acara dan pertemuan di tempat kami. So tentu saja mereka juga menjadikan kami untuk mengisi beberapa materi mereka. Sekaligus mereka wajib mengikuti seluruh kegiatan kami. Biar tahu rasanya pesantren, meski beberapa hari saja.
Biasanya, materi yang kami berikan, adalah materi-materi dasar tentang pengenalan diri dan potensi kehidupan. Sekaligus cara praktis bagaimana menghadapi kehidupan secara umum. Materi kaderisasi yang persis kami berikan pada setiap santri baru, hanya saja beda bahasa.
Nah, biasanya, jika ada training (yang selalu diadakan bertepatan dengan seluruh penghuni asrama sedang turun gunung untuk dakwah), beberapa hari menjelang hari-H, oleh panitia penyelenggara dari Ma'had, aku pasti tidak boleh keluar.
"Wy, ada training dari Univ ini minggu besok, kamu jangan ke mana-mana,"
"Mau ngapain?"
"jadi tukang masak..", hue.. Jawaban yang salah, "Ya ngisi training lah".
Dan selalu materi yang diberikan kepadaku adalah potensi dasar manusia yang berhubungan dengan Ghorizatun Nau', naluri jatuh cinta. Nah kan?
Jadi bisa dipastikan, selama dua jam aku harus berdiskusi interaktif dengan para mahasiswa-mahasiswi yang memang lagi semangat-semangatnya soal itu.
Jadi, buku bacaanku dulu, adalah segala hal yang berbau tentang cinta dan sex, mulai bukunya Sigmund freud, sampai tulisannya Murtadho Zabidi. Heu, berbusa-busa deh :D.
Aku sendiri heran, lah kok aku yang dipilih, kan ada senior yang lain. Protesku setiap disuruh mengisi training yang pasti deh materinya berkutat di situ. "cuma kamu yang ngerti bahasa Lo-Lo, Gue-Gue Wy", itu jawaban seniorku, jiaaaaaah :D.
Tentu saja mau tidak mau aku harus mengisi, dan tentu saja kerap sekali aku mendapat pertanyaan menyudutkan dari rekan-rekan mahasiswa, sekaligus pertanyaan kritis lainnya. Alhasil, pengalaman mengesankan :D
"Ustadz pernah jatuh cinta nggak?", ya pernah lah, ustadz juga manusia :D
"Ustadz, kenapa pacaran tidak boleh?"
"Ustadz, bukankah cinta itu malah membuat hati kotor?"
"Ustadz, cara menyalurkan cinta yang benar itu gimana sih,"
Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain yang biasanya selalu kuawali dengan senyum nyengir kuda, sebelum memulai menjawab satu-satu pertanyaan apapun seputar cinta.
"Jadi begini sahabatku semua, sebelumnya saya ini bukan ustadz, tapi Us.. Tas kresek, jadi manggilnya jangan ustadz ya, panggil saya, Mas Awy'. Nah, pertanyaan dari pojok tadi, bahwa cinta itu sebenarnya.. Bla.. Bla... Bla... ", pokoknya yang penting teman-teman tidak boring dengan materi yang kusajikan.
Maka tentu saja, biasanya habis training, tanpa sengaja aku mendapat fans baru, :D
Jadi trainer pakar cinta. Memahami seluk beluk mengambil hati, sampai gombalisasi. Termasuk juga yang dilakukan beberapa oknum Ustadz yang ngebet poligami,...
akhir catatan, sekedar bagi cerita, dan tinggal prakteknya saja. Mungkin semuanya akan lain ceritanya kalau aku tidak mengasingkan diri jauh ke Tanah suci, tetapi melanglang buana di tanah air. Tetapi yang pasti, semua ada rahasia besar kehidupan di sana. Yang dimulai dari... Cinta :)