Catatan di balik Ayat Suci (2) : MENGKUDETA FIR'AUN DARI HATI KITA

"Aku tahu bahwa Muhammad adalah orang yang sangat jujur, dan semua apa yang dikatakannya adalah benar. Dia memang seorang Nabi," kata Abu Jahal suatu hari pada rekannya.

"Lantas, kenapa dengan penuh kesombongan kamu begitu memusuhinya? Mati-matian mengganggapnya bohong, dan tiada henti menghalangi apapun yang dilakukannya dengan segala cara?" balas teman bercakapnya itu dengan penuh keheranan.

"Kamu tahu? Sejak dulu, klanku, Makhzum, dan klan dia, Hasyim, tiada henti untuk berlomba berbuat kebaikan, menolong orang-orang tak mampu, memberi makan jamaah haji, dan sebagainya. Lalu, ketika kedudukan kami sama-sama terpandang di mata seluruh bangsa Arab, tiba-tiba dari mereka muncul seseorang yang mengaku Nabi. Kami bisa mendapatkan hal itu dari mana? Selamanya aku akan memusuhinya," balas Abu Jahal dengan nada kedengkian yang luar biasa.

# # #

Beberapa waktu lalu, dalam kalimat yang aku posting di statusku sedikit aku singgung, bahwa sebenarnya kesombongan itu, pasti mengantarkan pelakunya pada keterpurukan dan kehinaan, baik di dunia bahkan nanti di akhirat. Kehancuran total.

Sederhana, jika kita melihat di level yang tinggi, semisal level penguasa yang mengalami penurunan paksa dari rakyatnya, sebelum waktunya turun, adalah rata-rata mereka yang bertitel diktator. Dan kalimat diktator, identik sekali dengan penindasan, kekejaman, serta tentu saja, arogansi dan kesombongan.

Salah satu efek negatif yang dialami orang-orang arogan, selain pasti akan terjatuh dan hancur berkeping-keping, adalah namanya akan terus dihujat sepanjang waktu, bahkan bisa sampai tujuh turunan.

Sebab fitrah manusia, pada dasarnya, tidak pernah menyukai kesombongan itu sendiri serta begitu membencinya.Jika kita muak melihat orang yang narsis, padahal belum tentu dia sombong dengan kenarsisannya itu, apalagi kalau melihat orang sombong? Rasanya pengen menyumpal mulut orang itu dan menonjok wajahnya.

Al-Qur'an, dalam beberapa ayat, dengan jelas memberikan isyarat, bahwa keterjungkalan dan keterpurukan sekaligus kehinaan, pasti dialami oleh orang-orang sombong. Cepat atau lambat, sekuat apapun orang itu.

Tepatnya, ayat-ayat yang merekam adegan Nabi Musa dan Fir'aun, serta adegan Nabi Adam dan Iblis. Kedua makhluk ini, Fir'aun dan Iblis, adalah ikon kesombongan dan kearogansian luar biasa.

Tak perlu catatan pendek ini mengulas panjang bagaimana rangkaian ayat dalam beberapa surat yang menceritakan kronologi terusirnya Iblis dari surga serta keluar dari kelompok elit malaikat, juga bagaimana akhir tragis Fir'aun yang harus tewas megap-megap di Laut Merah sembari mulutnya tersumpal segenggam lumpur, dan bagaimana akhirnya dia menjadi lambang kesombongan sepanjang masa.

Adalah sebuah isyarat dan pendidikan nyata bagi kita, bahwa kita harus sejauh mungkin menghindari sifat paling tercela dan sumber dari seluruh penyakit hati.

Dosa pertama yang dilakukan...

Pahala hangus...

Kehidupan tak tenang, hati resah yang berusaha ditutup-tutupi, kebencian dari seluruh makhluk..

Bahkan kutukan-kutukan binatang.

Ancaman nyata dari Allah, setitik saja ada sifat ini di hati, ganjarannya dijebloskan ke neraka yang apinya berdaki-daki.

Sombong, yaitu menolak nasehat berisi kebenaran apabila dia diingatkan kala melakukan kesalahan, serta menganggap rendah orang lain. Definisi sangat simpel dan mencakup yang digambarkan Nabi.

Sebenarnya, jika direnung-renungkan, apa sih keuntungan sombong? Eksistensi? Ingin diakui? Hanya halusinasi dan gigauan saja. Sebab yang didapat justru umpatan dan doa celaka diam-diam yang terguyur dengan begitu derasnya di saat keterpurukan.

Kita bermula dari setetes sperma yang siapapun pasti jijik melihatnya, bau anyir, lengket, lendir.

Saat hidup, ke manapun pergi, di perut kita terdapat kotoran sisa-sisa hasil olahan makanan yang kita telan.

Bawa tai kemanapun melangkah.

Waktu mati, ujung-ujungnya jadi santapan cacing tanah.

Lantas apa yang mesti disombongkan jika dalam kenyataannya seperti ini?

Pada akhirnya, tak ada seindah rendah hati, seindah tawadhu'.. Simpati yang kita raih, kecintaan semua manusia, semua makhluk yang merupakan imbas pancaran cahaya Allah yang Mencintai orang-orang Low profile. Ketenangan hidup, senyum yang selalu tertebar.

Saatnya meraba tengkuk kita sendiri, apakah kesombongan masih mencengkeramnya erat? Dan masihkah di hati kita ada Fir'aun kecil yang diam-diam menduduki singgasana jiwa kita? Waktunya untuk dikudeta. :)